Kamis, 29 Desember 2011

Here, After (Mahir Pradana)


Sinopsis:

Suatu saat, cinta itu pernah ada. Dan aku melihatnya pergi tanpa sempat kucegah sama sekali.

Sejak itu, hari-hari terasa sulit untuk tersenyum pada bayanganku sendiri di cermin—karena saat itu aku tahu, hanya aku sendiri yang terlihat di situ. Meskipun kedengarannya tak masuk akal, sering aku berharap bisa membalikkan waktu. Aku bahkan bersedia memberikan apa saja supaya bisa mengucapkan apa yang selama ini terpendam begitu saja di hati.



Suatu saat, cinta itu pergi. Menyisakan sejuta penyesalkan karena tak cukup sigap menahannya tetap berada di sini...

* * *

Menarik dengan sinopsisnya yang membuat kita bertanya-tanya, apa konflik yang sebenarnya dialami tokoh hingga seperti itu?

Di buku ini, ada 10 cerita. Awalnya saya kira ini adalah kumpulan cerpen yang temanya mungkin agak mirip, tapi ternyata tidak. 10 cerita, 10 tokoh. Tokoh di satu cerita dengan cerita lainnya berhubungan, baik langsung maupun tidak langsung.

Selasa, 27 Desember 2011

Madre (Dee)


Sinopsis:

“Apa rasanya jika sejarah kita berubah dalam sehari?
Darah saya mendadak seperempatTionghoa,
Nenek saya seorang penjual roti, dan dia,
Bersama kakek yang tidak saya kenal,
Mewariskan anggota keluarga baru yang tidak pernah saya tahu: Madre.”

Terdiri dari 13 prosa dan karya fiksi, Madre merupakan kumpulan karya Dee selama lima tahun terakhir. Untaian kisah apik ini menyuguhkan berbagai tema: perjuangan sebuah toko roti kuno, dialog antara ibu dan janinnya, dilema antara cinta dan persahabatan, sampai tema seperti reinkarnasi dan kemerdekaan sejati.

Lewat sentilan dan sentuhan khas seorang Dee, Madre merupakan etalase bagi kematangannya sebagai salah satu penulis perempuan terbaik di Indonesia.

* * *

Pertama kalinya baca buku Dee dan kumpulan ceritanya, saya terkesan. Pemilihan kata yang bagus, ada beberapa kalimat yang tidak diceritakan secara gamblang, melainkan membuat pembaca harus mengerti dengan sendirinya apa yang tersirat di dalamnya. Wow.

Cerita pertama: Madre.

Tansen Wuisan, hidup semerawutan di Bali, kerja tidak tetap, “diwariskan” sebuah alamat yang merujuk pada toko roti tua di Jakarta—oleh almarhum Tan, yang bahkan tak dikenalnya sama sekali. Toko roti tua itu dulunya Tan de Bakker (artinya Tan si pembuat roti)—milik Tan dan Lakshmi, nenek Tansen—toko roti yang dulu sempat jaya namun lama kelamaan mati karena munculnya bakery-bakery modern lainnya, dan sekarang ditinggali Pak Hadi, salah satu mantan staf Tan de Bakker dulu.

Blog Template by SuckMyLolly.com