Kamis, 23 Februari 2012

Orange (Windry Ramadhina)

Sinopsis:

‘Dikuncinya pintu di belakangnya lalu ia bersandar lemas pada pintu tersebut. Ia seperti dipaksa menyadari kenyataan. Konyol rasanya, bercinta dengan Diyan di dalam kamar yang penuh dengan kenangan mengenai Rera. Ah, dirinya kesal setengah mati.’

Faye ditunangkan. Tanpa dasar cinta dan murni karena alasan bisnis. Calon tunangannya, Diyan, adalah eligible bachelor yang paling diinginkan di Jakarta. Laki-laki yang tak bisa melepas kenangan masa lalunya dengan seorang model cantik blasteran Prancis.

Harusnya hubungan mereka hanya sebatas ikatan artifisial saja. Tapi cinta, ego, dan ambisi yang rumit mendorong mereka ke situasi yang lebih emosional. Situasi yang mengharuskan mereka memilih dan melepaskan.

Pertanyaannya: apa... dan siapa?



* * *

Dari sinopsisnya, sudah tertera jelas bahwa tokoh wanita (Faye) dan lelaki (Diyan) ditunangkan.

Faye anak tunggal keluarga Muid, lebih berminat pada fotografi (dan ia sudah menggeluti bidang itu selama sepuluh tahun di New York) dan tidak tahu menahu tentang bisnis, padahal Muid jelas terkenal karena bisnis perhotelannya. Ada lagi keluarga Adnan, yang juga bergerak dalam bidang bisnis, yang adalah teman baik sekaligus rekan kerja keluarga Muid. Jadilah, Fayrani Muid dan Diyan Adnan dijodohkan supaya Diyan dapat mewarisi bisnis keluarga Muid juga.

Faye tidak bisa menolak karena sejak kecil, ia selalu diberi kebebasan. Kali ini ia tidak mau bersikap seenaknya dan melihat orangtuanya sedih. Sementara Diyan, tidak peduli pada siapapun yang dijodohkan, karena memang hatinya hanya untuk Rera, model yang meninggalkannya setahun lalu saat mereka hampir menikah. Diyan dan Rera memiliki ambisi yang kuat; Diyan di bisnis dan Rera di permodelan; sehingga Rera melepas cinta mereka untuk bertolak ke Prancis mengejar mimpinya.

Tapi Diyan masih mencintai Rera. Ia masih menyimpan ponsel yang hanya memiliki satu nama di contact list-nya: Rera; berharap Rera akan menghubungi nomor itu.

Awalnya segalanya berjalan lancar. Pertemuan pertama mereka, konferensi pers, berita-berita di media, pertemuan-pertemuan selanjutnya, yang akan berujung pada pertunangan. Faye dan Diyan perlahan menikmati waktu-waktu kebersamaan mereka. Sampai ketika malam pesta pertunangan mereka, ponsel Diyan berbunyi dan tertera satu nama: Rera.

Rera kembali ke Indonesia untuk tur Asia-nya. Tapi pertemuannya dengan Diyan membangkitkan kenangan tiga tahun yang mereka jalani bersama. Diyan dengan mudah meninggalkan meeting pentingnya demi bertemu Rera. Bahkan, membatalkan janji kencannya dengan Faye.

Kemudian, Faye menemukan mereka berdua di sebuah restoran. Akankah Faye bertahan? Membiarkan Diyan atau justru bertindak tegas? Bagaimana dengan media massa yang “mencium” kehadiran Rera di antara Diyan dan Faye? Juga Zaki, adik Diyan, yang diam-diam menaruh perhatian pada Faye semenjak ia menyewa jasa gadis itu sebagai fotografer?


* * *

Wow. Quick and light reading. Mengalir begitu saja, saya nyaman dengan penulisannya.

Saya suka novel ini. Memang konflik yang dihadirkan sudah umum, tapi si pengarang mampu mengemas konflik umum tersebut dengan bumbu yang ciamik dan deskripsi yang pas :)

Kesan Diyan sebagai salah satu pebisnis muda yang terkenal menonjol tapi tidak berlebihan. Di sini kita dibawa kepada bagaimana kehidupan seorang pebisnis sukses—yang bahkan untuk menghubungi tunangannya pun harus melalui sang asisten—tanpa menyebutkan merk bergengsi seperti di novel kebanyakan.

Oh ya, saya suka hubungan Diyan dan Rera. Walaupun suka bikin gemas dan sebal, tapi deskripsi yang diberikan malah membuat saya menyukai pasangan ini (ha ha). Apalagi bagian mereka yang menyinggung masa lalu. Uh, saya ikut terenyuh. Apakah ambisi mereka segitu kuatnya sampai memusnahkan cinta diantara mereka? Wow.

Karakter tambahan pun tak luput dari perhatian. Ada orangtua Diyan + sekretaris mereka, orangtua Faye, asisten Diyan, manajer Rera, bos Faye, Zaki dan teman-temannya, asisten Faye. Mereka semua begitu nyata, tak kalah nyatanya dengan karakter utama, tapi tetap stay di porsi mereka sebagaimana harusnya sehingga tak menganggu karakter utama. Bukti bahwa para tokoh benar-benar hidup, dan tak hanya berputar pada cinta segiempat yang biasanya monoton.

Alur mengalir begitu saja, saya nyaman dengan penulisannya. Paling yang agak monoton itu bagaimana beberapa tokoh mengekspresikan sesuatu yang tidak baik dengan “senyum masam”. Sering sekali kata itu muncul ketika suatu kejadian tak mengenakkan terjadi. Entah si Faye yang tersenyum masam, atau si Diyan, Rera, Zaki, orangtuanya, dan lain-lain.

Menurut saya, ikatan antara Faye dan Diyan kurang sedikit. Maksudnya, mereka dekat begitu saja tanpa deskripsi yang mendetail. Entahlah, apa karena pembawaan Diyan yang memang gampang mengambil hati orang lain dan juga karakter Faye yang ceria? Di bagian mendekati akhir juga, chemistry keduanya ada, tapi agak tertutup kisah Diyan-Rera. Ah, mungkin tidak juga (labil -_-)... Tapi anyway, saya suka bagian ketika kantornya Faye kebanjiran. Quite sweet ;)

Kemudian... Typonya nggak begitu banyak. Ada lah beberapa tapi nggak mengganggu banget. Saya menemukan beberapa kesalahan penulisan kata dalam Bahasa Inggris, misalnya:
+ “though” = “thought” (hlm.55)
+ “you’re” = “your” (hlm.189)

Dan yang terakhir, quotes favorit saya:

“Sometimes, ending won’t really the end if you doesn’t wish so.”(hlm.24)


My Rating:
 



Judul             :   Orange
Pengarang    :   Windry Ramadhina
Penerbit        :   Gagas Media
Tebal             :   286 halaman
ISBN              :   978-979-78-0249-3


Regards,

0 comments:

Posting Komentar

Blog Template by SuckMyLolly.com