Sabtu, 18 April 2015

A Week To Forever



 
Pengarang: Stephanie Zen
Penerbit: Gramedia
Tahun: 2014
Tebal: 248 halaman

Sinopsis:

Amaya Jasmine Koesoemo tak pernah menduga, satu minggu bisa mengubah seluruh jalan hidupnya. Tujuh hari. Seratus lima puluh empat jam. Dan bum! Semua masa depan yang telah Amaya rancang bersama Caleb buyar begitu saja.

Pertemuannya kembali dengan Dirgantara Hidayat setelah enam tahun berselang, ternyata mampu membangkitkan kembali kisah lama di antara mereka, kisah yang dulu diakhiri bahkan sebelum sempat mereka mulai.

Dan kini kisah itu menuntut haknya kembali.

Satu minggu business trip di Singapura. Pertemuan tak sengaja dengan Dirga yang berlanjut dengan pertemuan-pertemuan berikutnya, dan semua kenangan di antara mereka mendesak keluar tanpa ampun.

Beranikah Amaya mempertaruhkan masa depannya demi masa lalu yang belum tuntas? Meninggalkan tunangan yang mencintainya dan rencana pernikahan yang telah disusun begitu rapi hanya demi memberikan kesempatan bagi satu minggu itu untuk menjadi selamanya?

Review:

Amaya dan Dirga dulu teman satu gereja. Dirga yang lebih muda 5 tahun namun dewasa, pintar, dan taat pada Tuhan, langsung cocok dengan Amaya. Kecocokan dan kedekatan keduanya membuat teman-teman satu gerejanya percaya bahwa mereka akan berakhir bersama. Tapi, setelah mengenal Tuhan, Dirga punya komitmen untuk nggak pacaran sebelum kuliah. Masih banyak yang harus ia lakukan selain pacaran.

Setelah Amaya kembali ke Indonesia dan Dirga pindah ke Amerika untuk melanjutkan kuliahnya, mereka sama sekali tak berkomunikasi. Namun ketika business trip mengirim Amaya kembali ke Singapura dan secara kebetulan bertemu Dirga, kenangan-kenangan 6 tahun lalu menyeruak dan kembali menghangatkan hati. Di satu sisi, Amaya rindu Dirga. Teman satu business trip-nya pun meyakinkan Amaya bahwa Dirga menatap Amaya penuh cinta. Tapi di sisi lain, Amaya tahu dalam 3 bulan ia akan menjadi istri orang lain.

Dirga selalu berdoa untuk hubungannya dengan Amaya dan menunggu Tuhan memberikan jawaban. Tapi, apa jawaban Tuhan kali ini untuk pertemuan selama seminggu setelah 6 tahun lost contact? Apakah ia akan menerima kekecewaan seperti 6 tahun lalu atau memang ini saat yang tepat?

“Sometimes, you don’t miss the person. You just miss the moments you’ve spent together.”

♡♡♡♡♡♡♡

AAAAAAHHHHH!!!!  #histeris

Ini novel genre ChRom (Christian Romance) pertama yang saya baca, dan… saya terenyuh. Asli! Narasinya, dialognya, obrolan Dirga-Amaya bikin saya geregetan dan nyeuuh banget rasanya (apalagi pas tau Amaya udah tunangan dan mau nikah, sakit hati ini kalo jadi Dirga)

Alur cerita yang maju mundur juga bikin terenyuh. Saya bisa melihat kedekatan Amaya dan Dirga dulu sambil menikmati pertemuan-setelah-6-tahun mereka. Dapet banget momen-momen cute Amaya-Dirga, hihi! Saya agak nggak setuju mereka dekat dengan kondisi Amaya udah tunangan, tapi saya juga mau dukung Dirga maju #lahgimanadong

“Jangan buat dia berasumsi, jangan buat dia bertanya-tanya. Rasa penasaran yang tak terjawab jauh lebih menyakitkan daripada patah hati.”

Penokohannya jelas, terutama Dirga. Dirga ini calon suami idaman banget ya. Baik, pintar, supel, pedulian, takut akan Tuhan, dewasa... Keliatan banget sifat-sifat Dirga itu dalam tiap ucapan dan tindakannya. Duh.

“Pacaran itu tujuannya buat pernikahan, dan ‘sekadar suka’ nggak akan bertahan dalam sebuah pernikahan.”

Baca novel genre ini saya merasa ‘tertampar’ di sana sini. Banyak nilai rohani yang ada di dalamnya, tentang hubungan dengan Tuhan, gaya pacaran yang benar dan berkenan, komitmen dengan Tuhan. Salah satunya, ya topik tentang jodoh ini (berhubung saya salah satu mahasiswa yang sedang dalam masa krisis jodoh wkwk #plak) membuat saya lagi dan lagi percaya Tuhan punya jalan untuk setiap keadaan. Jawaban Tuhan selalu yang terbaik walau kita merasa bukan keinginan kita. Dan Tuhan punya cara-Nya sendiri yang nggak akan bisa kita duga.

“Kamu tahu kan, jika kamu berdoa, mungkin Tuhan tidak akan memberikan jawabannya sekarang atau dalam waktu dekat, bisa bertahun-tahun. Tapi percayalah, Dia tahu jawaban yang tepat dan waktu yang tepat. His answer is worth the wait.”

Walaupun endingnya bikin degdegan, cuma rasanya agak terburu-buru aja. Udah kok, itu aja hehe. Sisanya mah saya sukaaaa~
Terlepas dari genrenya yang ChRom dan merujuk ke gaya hidup kekristenan, saya rasa siapapun pembacanya pasti mengerti dan mengikuti.

PS: Mungkin ini akan jadi novel favorit saya dari semua karya Stephanie Zen :)

“Aku hanya, tahu kan, terkadang lebih mudah membiarkan cermin yang pecah itu tetap pecah daripada mencoba merekatkan pecahan-pecahannya lagi. Orang toh tetap akan melihat retaknya.”


RATE: 4/5
♡♡♡♡

0 comments:

Posting Komentar

Blog Template by SuckMyLolly.com