Ini adalah satu kisah dari sang waktu tentang mereka yang menunggu. Cerita seorang perempuan yang bersembunyi di balik halaman buku dan seorang lelaki yang siluetnya membentuk mimpi di liku tidur sang perempuan.
Ditemani krat-krat berisi botol vintage wine yang berdebu, aroma rasa yang menguar dari cairan anggur di dalam gelas, derit kayu di rumah usang, dan lembar kenangan akan masa kecil di dalam ingatan.
Pertemuan pertama telah menyeret keduanya masuk ke pusaran yang tak bisa dikendalikan. Menggugah sesuatu yang telah lama terkubur oleh waktu di dalam diri perempuan itu. Membuat ia kehilangan semua kata yang ia tahu untuk mendefinisikan dan hanya menjelma satu nama: lelaki itu.
Sekali lagi, ini adalah sepotong kisah dari sang waktu tentang menunggu. Kisah mereka yang pernah hidup dalam penantian dan kemudian bertemu cinta.
* * *
Begitu melihat nama 'Winna Efendi', saya bergegas membelinya. Bagi saya, nama adalah jaminan. Apalagi setelah sempat browsing tentang buku barunya ini, beberapa mengatakan bagus. Berbeda. Dan, mereka benar.
Jadi mengisahkan seorang perempuan, novelis, pemilik wine house yang dikelola bersama kakaknya. Sehari-hari ia hanya duduk di samping jendela dengan laptop di hadapannya dan segelas wine di sampingnya.
Suatu hari ia melihat seorang lelaki, yang sama sepertinya, duduk di pojokan dan menyesap segelas wine. Lelaki itu menarik perhatiannya, entah mengapa.
Satu ketika mereka bertemu pandang. Lelaki itu lalu menghampiri mejanya, menyapanya. Sejak itu mereka saling berbicara. Tanpa saling mengetahui nama.
* * *
Seperti yang dituliskan Winna Efendi di akhir halamannya, ini bukan kisah cinta biasa. Dua orang bertemu di tempat yang sama, tanpa tahu nama. Kisah sang lelaki yang berkeinginan kuat untuk hidup bebas, lepas dari bayang-bayang; dan si perempuan yang masih terjerat kenangan akan ayah dan cinta di masa lalunya.
Sepanjang cerita tokoh disebut 'perempuan itu' dan 'lelaki itu'. Sudut pandangnya pun 2 orang. Saya suka, karena dengan begini karakter dan isi hati masing-masing tokoh lebih terekspos.
Mereka bukan dua orang biasa. Tanpa panggilan yang pasti, keduanya saling bertukar pikiran mengenai apa saja. Ketakutan terbesar, impian, kejenuhan, kehidupan, cinta, dan lain-lain. Dua orang yang cerdas dan terbuka. Sekali lagi, tanpa nama ataupun panggilan.
Alur ceritanya pun mengalir begitu saja, menenggelamkan saya karena memang tanggung bila dipotong-potong. Seolah seluruh isinya adalah satu kesatuan yang sulit dipisahkan #eaaa
Typo-nya nggak banyak, malah nggak ada kalau saya pikir lagi. Lalu, setting. Hampir seluruh adegan diambil di dalam wine house-nya. Tidak dijelaskan juga apakah ini di luar negeri atau di Indonesia. Tapi yaaa, memang tidak begitu berpengaruh sih.
Kemudian... Quote. Ada banyaaak quote yang mengagumkan bertebaran di sana-sini karena memang kedua tokohnya lebih sering bertukar pikiran mengenai segala sesuatunya.
“Kita tidak akan pernah benar-benar berhenti mencintai seseorang. Kita hanya belajar untuk hidup tanpa mereka."
“Namun itulah cinta. Pilihannya ada dua: apakah kita seorang yang tak berani berinvestasi; atau yang selalu beranggapan, apapun hasilnya, akan sepadan untuk dicoba.”
“Cinta itu butuh keberanian. Jika kau rasakan, peganglah. Peganglah erat-erat karena ia belum tentu akan kembali lagi. Rasakanlah saja, Nak."
“Cinta itu punya bentuk yang berbeda-beda. Terasa beda dengan setiap orang. Bukan berarti itu bukan cinta.”
Dan yang mengiringi pembaca di akhir cerita:
“Dan mereka hanyalah dua orang yang tak saling mengenal.
Kebetulan bertemu di suatu tempat, pada suatu titik waktu;
masing-masing menggenggam ujung seutas benang merah.”
Lalu... Ending. Sweet as always, but in a different way. Memang tak sesuai ekspektasi saya, dan jujur, saya agak kecewa saat pertama membacanya. Tapi ketika saya ulang dari klimaks sampai ending, ternyata endingnya menarik dan realistis. Tidak penuh dengan kebetulan di sana-sini atau bumbu menye-menye. Dan ini memang ending yang pantas (y).
Rate:
Judul : Unforgettable
Pengarang : Winna Efendi
Penerbit : Gagas Media
Tebal : 184 halaman
ISBN : 978-979-78-0541-8
Regards,
1 comments:
aku agak kurang suka novelnya winna efendi yg ini, agak gimanaa gitu. terlalu banyak monolog mungkin? dialognya sedikit, jd agak ngantuk baca deskripsi panjang-panjang hehew :s
Posting Komentar