Pengarang: Stephanie
Zen
Penerbit: Gramedia
Tahun: 2014
Tebal: 248 halaman
Sinopsis:
Amaya Jasmine Koesoemo tak pernah menduga, satu
minggu bisa mengubah seluruh jalan hidupnya. Tujuh hari. Seratus lima puluh
empat jam. Dan bum! Semua masa depan yang telah Amaya rancang bersama Caleb
buyar begitu saja.
Pertemuannya kembali dengan Dirgantara Hidayat
setelah enam tahun berselang, ternyata mampu membangkitkan kembali kisah lama
di antara mereka, kisah yang dulu diakhiri bahkan sebelum sempat mereka mulai.
Dan kini kisah itu menuntut haknya kembali.
Satu minggu business trip di Singapura. Pertemuan
tak sengaja dengan Dirga yang berlanjut dengan pertemuan-pertemuan berikutnya,
dan semua kenangan di antara mereka mendesak keluar tanpa ampun.
Beranikah Amaya mempertaruhkan masa depannya demi
masa lalu yang belum tuntas? Meninggalkan tunangan yang mencintainya dan
rencana pernikahan yang telah disusun begitu rapi hanya demi memberikan
kesempatan bagi satu minggu itu untuk menjadi selamanya?
Review:
Amaya
dan Dirga dulu teman satu gereja. Dirga yang lebih muda 5 tahun namun dewasa,
pintar, dan taat pada Tuhan, langsung cocok dengan Amaya. Kecocokan dan
kedekatan keduanya membuat teman-teman satu gerejanya percaya bahwa mereka akan
berakhir bersama. Tapi, setelah mengenal Tuhan, Dirga punya komitmen untuk
nggak pacaran sebelum kuliah. Masih banyak yang harus ia lakukan selain
pacaran.
Setelah
Amaya kembali ke Indonesia dan Dirga pindah ke Amerika untuk melanjutkan
kuliahnya, mereka sama sekali tak berkomunikasi. Namun ketika business trip mengirim Amaya kembali ke
Singapura dan secara kebetulan bertemu Dirga, kenangan-kenangan 6 tahun lalu
menyeruak dan kembali menghangatkan hati. Di satu sisi, Amaya rindu Dirga.
Teman satu business trip-nya pun
meyakinkan Amaya bahwa Dirga menatap Amaya penuh cinta. Tapi di sisi lain,
Amaya tahu dalam 3 bulan ia akan menjadi istri orang lain.
“Sometimes, you don’t miss
the person. You just miss the moments you’ve spent together.”
♡♡♡♡♡♡♡
AAAAAAHHHHH!!!!
#histeris
Ini
novel genre ChRom (Christian Romance)
pertama yang saya baca, dan… saya terenyuh. Asli! Narasinya, dialognya, obrolan
Dirga-Amaya bikin saya geregetan dan nyeuuh banget rasanya (apalagi pas tau
Amaya udah tunangan dan mau nikah, sakit hati ini kalo jadi Dirga)
Alur
cerita yang maju mundur juga bikin terenyuh. Saya bisa melihat kedekatan Amaya
dan Dirga dulu sambil menikmati pertemuan-setelah-6-tahun mereka. Dapet banget
momen-momen cute Amaya-Dirga, hihi! Saya agak nggak setuju mereka
dekat dengan kondisi Amaya udah tunangan, tapi saya juga mau dukung Dirga maju
#lahgimanadong
“Jangan buat dia
berasumsi, jangan buat dia bertanya-tanya. Rasa penasaran yang tak terjawab
jauh lebih menyakitkan daripada patah hati.”
Penokohannya
jelas, terutama Dirga. Dirga ini calon suami idaman banget ya. Baik, pintar,
supel, pedulian, takut akan Tuhan, dewasa... Keliatan banget sifat-sifat Dirga
itu dalam tiap ucapan dan tindakannya. Duh.
“Pacaran itu tujuannya
buat pernikahan, dan ‘sekadar suka’ nggak akan bertahan dalam sebuah
pernikahan.”
Baca
novel genre ini saya merasa ‘tertampar’ di sana sini. Banyak nilai rohani yang
ada di dalamnya, tentang hubungan dengan Tuhan, gaya pacaran yang benar dan
berkenan, komitmen dengan Tuhan. Salah satunya, ya topik tentang jodoh ini (berhubung saya salah satu mahasiswa yang sedang dalam
masa krisis jodoh wkwk #plak)
membuat saya lagi dan lagi percaya Tuhan punya jalan untuk setiap keadaan.
Jawaban Tuhan selalu yang terbaik walau kita merasa bukan keinginan kita. Dan
Tuhan punya cara-Nya sendiri yang nggak akan bisa kita duga.
“Kamu tahu kan, jika kamu
berdoa, mungkin Tuhan tidak akan memberikan jawabannya sekarang atau dalam
waktu dekat, bisa bertahun-tahun. Tapi percayalah, Dia tahu jawaban yang tepat
dan waktu yang tepat. His answer is worth
the wait.”
Walaupun
endingnya bikin degdegan, cuma rasanya agak terburu-buru aja. Udah kok, itu aja
hehe. Sisanya mah saya sukaaaa~
Terlepas
dari genrenya yang ChRom dan merujuk ke gaya hidup kekristenan, saya rasa
siapapun pembacanya pasti mengerti dan mengikuti.
PS:
Mungkin ini akan jadi novel favorit saya dari semua karya Stephanie Zen :)
“Aku hanya, tahu kan,
terkadang lebih mudah membiarkan cermin yang pecah itu tetap pecah daripada
mencoba merekatkan pecahan-pecahannya lagi. Orang toh tetap akan melihat
retaknya.”
RATE: 4/5
♡♡♡♡
0 comments:
Posting Komentar