Pengarang: Jenny
Thalia Faurine
Penerbit: Elex Media
Komputindo
Tahun: 2015
Tebal: 330 halaman
Karena tak ada bekas sahabat selama apapun kita meninggalkan mereka. Sahabat tetaplah sahabat.
Sinopsis:
Padma memutuskan meninggalkan tiga orang
sahabatnya—Rajata, Resita, dan Daka—setelah akhirnya mengetahui kalau
perasaannya tidak terbalas pada Rajata. Rajata memilih Resita. Setelah dua
tahun akhirnya Padma memutuskan kembali pada saat pernikahan Rajata dan Resita.
Daka dengan setia mendampingi Padma untuk memperbaiki hubungan persahabatan
mereka yang sempat renggang.
Doa Daka agar Padma segera mendapatkan seseorang
yang membantu menyembuhkan patah hatinya ternyata terkabul. Riko hadir di waktu
yang tepat, membuat Padma move on dan
berhasil mengikatnya dengan pertunangan. Namun … semua terasa tidak benar saat
Padma dan Riko memutuskan untuk menikah.
My biggest mistake wasn’t falling for you; it was thinking that you had fallen for me too.
Review:
Sinopsisnya udah cukup menjelaskan ceritanya, jadi
saya kayaknya nggak perlu cerita detailnya #bilangajamager. Intinya
sama: Padma mencintai Rajata, tapi tak ingin menjadi penghalang antara
Rajata-Resita, memilih pergi dan kembali setelah dua tahun. Daka dengan brotherly membantu Padma kembali ke
lingkaran persahabatan mereka sampai Padma benar-benar merelakan Rajata. Riko,
teman lama sekaligus mantan bawahan Daka, tanpa basa-basi menawarkan komitmen pada
Padma—sesuatu yang banyak pria takutkan. Padma tahu ia harus berjalan maju.
Bisakah ia melanjutkan dengan Riko? Tetapkah persahabatan mereka dengan Riko
bersamanya?
A man's biggest mistake is giving another man an opportunity to make his woman smile.
Anyway,
ceritanya agak… hm, klise? Banyak novel yang mengangkat topik sahabat jadi
cinta, ketakutan dalam pernikahan, cinta, dan bumbu-bumbu pernikahan lainnya.
Tapi saya tetap bertahan karena gaya ceritanya Jenny yang udah saya suka sejak
saya mantengin akun wattpad-nya dulu :p
Dan juga, (masih) karena ketidakpercayaan saya kalau Jenny masih muda banget! Emang ya umur nggak bisa mendeskripsikan kedewasaan seseorang.
Dan juga, (masih) karena ketidakpercayaan saya kalau Jenny masih muda banget! Emang ya umur nggak bisa mendeskripsikan kedewasaan seseorang.
Karakternya
jelas ya. Rajata yang kalem, Resita yang berisik heboh dan… hobinya mengubah
warna lipstick sesuai mood itu loh.
Sampe sekarang saya nggak kebayang ada orang dengan bangganya memakai lipstick oranye (apalagi yang ngejreng
sakit mata) -_-
Ada juga sosok
Daka yang duh-bestfriend-yet-boyfriend-material sekali. Pendengar dan penasihat yang baik. Iseng. Perhatian. Saya suka setiap bentuk keisengan Daka, setiap perhatian dan kontak Daka dan Padma yang menyiratkan kedekatan keduanya. Hal-hal kecil tapi menjelaskan tanpa kata-kata bahwa keduanya memang dekat. Dan lagi, Daka betah nemenin belanja (yang ini poin penting banget ya haha).
Tak lupa sosok Riko, si calon pria idaman lainnya.
Kapan lagi dapet laki yang mapan, serius, menawarkan cinta dengan tulus, mau berkompromi dalam segala hal, dan berani berkomitmen? ♡
Mungkin
sudah ketebak endingnya bagaimana, tapi bagi saya itu nggak masalah. Membaca
lembar demi lembar membuat saya ingin tahu bagaimana kelanjutan persahabatan empat tokoh utamanya. Juga bagaimana kedewasaan Padma, Riko,
dan Daka mengatasi hati masing-masing. Padma dan proses move on-nya. Riko dan perjuangannya untuk Padma. Daka dan ketakutannya pada pernikahan dan cinta. Bahwa pernikahan
itu bukan cuma melibatkan cinta. Bahwa pernikahan itu nggak hanya menikahkan
dua individu, tapi dua keluarga.
Jatuh cinta adalah ketika lo berusaha untuk selalu bisa bareng dia. Mencintai itu adalah ketika lo mau liat dia bahagia—as simple as that. Siapa yang bikin lo jatuh cinta dan siapa yang lo cintai?
Intinya, banyak pelajaran yang bisa diambil dari novel ini. Topik pernikahan bukan sesuatu yang ringan, tapi Jenny bisa membuat saya penasaran dengan bahasanya yang sederhana.
Quotes tiap bab novel ini juga bikin mendukung dan... menohok. Bikin ngerasa “Gila ini kok bener banget”, “Aduh meaning-nya kok gini amat”, “Aiish!” walaupun kamu nggak punya dan nggak pernah jatuh cinta sama sahabat, tapi minimal tau lah ya rasanya punya perasaan tapi nggak bisa diungkapkan. Bapernya.
Quotes tiap bab novel ini juga bikin mendukung dan... menohok. Bikin ngerasa “Gila ini kok bener banget”, “Aduh meaning-nya kok gini amat”, “Aiish!” walaupun kamu nggak punya dan nggak pernah jatuh cinta sama sahabat, tapi minimal tau lah ya rasanya punya perasaan tapi nggak bisa diungkapkan. Bapernya.
Karena nyatanya, ada orang yang terlampau terlambat menyadari perasaannya.
Saya
bisa bilang nggak ada tokoh antagonis di sini, semua tokohnya baik dan bahkan
saling mendukung—karena mereka semua punya dasar pertemanan. Tapi dijamin tetap
bakal bikin geregetan. Rasanya pengen jedotin kepala Padma karna terlalu keras
kepala, tendang Riko karna terlalu cheesy,
dan tampar Daka karna terlalu pengecut. Untungnya, endingnya memuaskan.
Cuma
satu yang saya sayangkan, ada komentar yang menurut saya agak spoiler di cover belakang. Bikin saya yang tadinya ragu, jadi yakin berpikir: “Ah ini sih
endingnya dengan…” Cuma itu aja sih, walaupun mungkin memang sudah ketebak
endingnya…entahlah. Saya tetap menikmati prosesnya.
If you don’t fight for what you want, don’t cry for what you lost.
3.5
bintang untuk Padma, Resita, Rajata, Daka, Riko
♡♡♡♡♡
0 comments:
Posting Komentar