Pengarang
: Ifa Inziati
Penerbit
: Bentang Pustaka
Tahun
: 2014
Tebal
: 230 halaman
Sinopsis:
Kamu
itu cewek paling aneh yang pernah kutemui.
Nyebelin,
tapi bikin penasaran.
Cantik,
tapi belagu.
Ngeselin,
tapi pengen dijadiin pacar.
Sebenarnya,
kamu ini terbuat dari apa, sih?
Kamu
membuatku membangun harapan sekaligus meruntuhkannya. Seluruh impian yang sudah
kubangun seumur hidup buyar seketika.
Hanya
butuh waktu 28 detik untuk secangkir kopi yang nikmat. Tapi, untuk meraih hatimu?
Berapa lama lagi harus kukorbankan egoku?
Review:
Dari
cover dan sinopsisnya, saya mengira ini bercerita tentang anak SMA, entah dia
suka kopi atau nongkrong di kedai kopi atau semacamnya. Tapi ternyata beda
jauh...
Menceritakan
tentang sebuah kehidupan di kedai kopi kecil di Bandung bernama Kedai
KopiKasep. Adalah Candu, seorang lulusan Teknik Fisika di ITB. Sejak kecil, ia
sudah ‘akrab’ dengan kopi. Karena kecintaannya pada kopi tersebut dan keinginan
mengejar mimpinya menjadi barista, Candu tidak menggunakan ijazahnya dan justru
bekerja di KopiKasep.
Candu
tak sendiri. Ia punya teman-teman yang menjaga KopiKasep bersamanya: Satrya si
barista dan ahli latte art; Winona yang selalu melayani pengunjung
langsung; Sery sang chef; dan Nino si penjaga meja kasir yang selalu
mengupdate KopiKasep melalui medsos.
Tadinya
kehidupan di kedai biasa-biasa saja. Masih mereka berlima mengisi hari-hari di
kedai dengan tawa canda. Hanya saja pengunjung kedai makin bertambah ramai,
tepatnya sejak dua tahun lalu Candu menjadi juara tiga di Nusantara Barista
Tournament (semacam pertandingan antar barista se-Indonesia) dan membawa nama
KopiKasep.
Namun,
kedatangan ‘dia’ mengubah segalanya.
Teh
Cheryl, seorang ahli kopi, datang ke kedai membawa keponakannya yang masih SMA,
Rohan. Suatu ketika Winona lupa pesanan seorang pengunjung, dan tanpa diduga
Rohan menyebutkannya dengan lancar karena ia sempat mendengar pengunjung itu
menyebutkan pesanannya—padahal itu pertama kalinya Rohan ke kedai dan ia bahkan
tak suka kopi. Semua kaget, bahkan Teh Cheryl pun mengaku tak hapal nama-nama
pesanan itu kalaupun ia juga mendengarnya.
Kemudian
diketahui, bahwa ternyata Rohan ini sinestesia. Ia bisa cepat menghapal,
dan bisa melihat warna dari angka atau huruf. Langka.
Awalnya
Candu menganggapnya kaku dan menyebalkan. Tapi tanpa disadari, lama-lama ia tertarik,
apalagi ketika Rohan ingin menukar ‘bakat’nya dengan semangat Candu. Rupanya, Rohan
tak tahu jurusan apa cocok dengan bakat sinestesia-nya, sementara ia melihat
Candu begitu menggebu-gebu dan bahagia hanya dengan menjadi barista
walaupun lulusan ITB.
Candu
percaya, tanpa bakat bertele-tele, ia bisa sukses. Dan ia berniat
membuktikannya pada Rohan dengan ikut Nusantara Barista Tournament berikutnya.
“That’s why gue nggak percaya bakat. My talent is the passion.”
* *
* * * * * *
Hanya
dengan 28 detik pertama #eaaa saya sudah jatuh cinta pada buku ini karena buku ini:
unik.
Unik, kreatif, cerdas sekali karena penulis memakai sudut pandang pertama yang
nggak biasa: sudut pandang sebuah mesin espresso.
Ya,
anda tidak salah baca. Sebuah mesin espresso di kedai itu, namanya
Simoncelli. Jadi, apa yang diceritakan benar-benar semua yang ‘dilihat’ oleh
Simoncelli, semua yang terjadi di dalam kedai—karena mesin espresso tak
mungkin berjalan ke luar.
Ah, penasaran? ;)
Ah, penasaran? ;)
Bagaimana
“Simoncelli” ini melihat dan menceritakan yang terjadi di kafe ini terasa nyata
banget. Sampai-sampai saya sering tak sadar kalau tokoh ‘aku’ di novel ini
adalah sebuah mesin espresso dan bikin saya seperti menyaksikan di
kedainya langsung. Kalaupun kemudian sadar ini hanya cerita, kok rasanya kehidupan
di kedai kopi ini memang based on true story... Hmm, penasaran lagi? ;)
Gaya
ceritanya yang begitu juga membuat alurnya apik, rapi, mengalir gitu
aja. Walaupun di awal-awal banget kadang saya masih kurang mudeng (paham) sama
penjelasannya, jadi banyak yang terlewat dan sempat membuat saya kembali ke
halaman awal begitu sudah sampai di tengah-tengah.
Tapi,
saya tetap menikmati ceritanya. Bagaimana keseharian dan keakraban tokoh-tokohnya,
saling mengejek satu sama lain, saling mendukung ketika ada masalah—salah
satunya ketika Rohan galau jurusan.
Jujur,
saya teringat 2-3 tahun yang lalu ketika masih masa-masanya galau jurusan.
Masa-masa frustasi. Apalagi yang dialami Rohan ini... Aduh Rohan, saya tau kok
apa yang kamu rasakan! Menyenangkan hati kedua orangtua, menjalani hari dengan
menekuni akademis dengan serius sampai rasanya membosankan, lulus SMA dengan
nilai baik, lanjut ke perguruan tinggi dengan harapan orangtua bisa
kerja di perusahaan, walau keinginan hati sesungguhnya bukan di situ (karena
saya mulai merasa saya sepertinya salah jurusan, haha!).
“...karena aku cuma nggak mau menyesal sudah masuk pilihan yang salah. Percuma kalau bertahun-tahun hanya diisi dengan hafalan. Dari TK sampai kuliah, tidak ada ilmu yang diserap.”
Karena
itu mari kita move on saja, daripada baper.
Hal
lain yang saya soroti tiap baca novel: tokoh-tokohnya!
Yup, di sini penokohannya kuat. Tiap tokoh punya ‘porsi’ yang sama rata—walaupun saya tahu banget Candu dan Rohan lebih diceritakan. Sampai saya bingung sendiri kira-kira siapa yang saya sukai, haha! Mungkin pengaruh sudut pandang si mesin espresso, jadi lebih objektif.
Yup, di sini penokohannya kuat. Tiap tokoh punya ‘porsi’ yang sama rata—walaupun saya tahu banget Candu dan Rohan lebih diceritakan. Sampai saya bingung sendiri kira-kira siapa yang saya sukai, haha! Mungkin pengaruh sudut pandang si mesin espresso, jadi lebih objektif.
Entah
itu Candu yang saking semangatnya sampe suka kelewat percaya diri—tapi
di situlah poin positifnya; Rohan yang pintar dan manis tapi ternyata
rapuh; Satrya yang lembut, bijak dan oh-calon-suami-idaman-sekali; Winona
yang ceria dan pembuat ramai kedai; Sery yang kalem plus baiknya
maksimal; Nino yang diam-diam menghanyutkan; sampai Pak Jac si
pemilik kedai yang......... Sunda pisan!
“Nama boleh Jacob, tapi hati mah tetep Sunda asli! Lahir dan besar langsung di bumi Parahyangan!”
Saya
juga menikmati penjelasan-penjelasan tentang kopi yang banyak bertebaran.
Lumayan, berhubung saya nggak suka kopi dan nggak tahu-menahu tentang kopi, seperti
peribahasa: sambil menyelam minum air—sambil membaca, ilmu bertambah!
“...Dari pengolahannya juga beda. Di sini terkenal dengan semidry process. Dan itu cuma bisa dilakukan di wilayah yang lembap tapi sinar mataharinya melimpah, jadi kopi dari daerah Arab atau Afrika tidak diolah dengan cara itu.”
Overall, saya
puas! Suka banget sama pemilihan sudut pandangnya yang kreatif, detail-detail
kecil tapi tidak membosankan, serta ‘pengemasan’ novel dengan
ilustrasi-ilustrasi sebagai daya tarik dan bantuan imajinasi.
Jadi, mungkin kamu sedang galau jurusan? Bingung passion-mu di mana, atau kamu punya impian dan passion tapi kamu kehilangan semangatmu itu? Mungkin setelah membaca ini, akan ada pencerahan di hatimu.
Jadi, mungkin kamu sedang galau jurusan? Bingung passion-mu di mana, atau kamu punya impian dan passion tapi kamu kehilangan semangatmu itu? Mungkin setelah membaca ini, akan ada pencerahan di hatimu.
“Bakat istimewa kamu, pasti juga ada hubungannya dengan jalan yang kamu tempuh. Tenang saja.”
RATE :
4/5
PS:
Bisa dibilang, menanti karya Ifa Inziati yang berikutnya :)
0 comments:
Posting Komentar