Sinopsis:
Hidup terkadang tidak sesuai dengan apa yang
direncanakan... Kalimat yang tepat untuk menggambarkan kehidupan Nuna R. Mirja,
bekerja sebagai pegawai swalayan padahal bercita-cita menjadi penulis. Nuna
menyebutnya sebagai "pelencengan rencana hidup".
Berkali-kali menerima penolakan dari berbagai penerbit
atas naskahnya sudah cukup menjadi alasan Nuna untuk melupakan cita-citanya.
Hingga ia menerima surat dari salah satu penerbit yang menyatakan naskahnya
layak untuk diterbitkan. Sepucuk surat yang membuat Nuna berpikir hidupnya akan
mulai berjalan sesuai rencana.
Sayangnya dia salah. Ini justru awal dari berbagai
pelencengan rencana hidup lainnya. Mulai dari mendapat editor yang sangat
menyebalkan untuk naskahnya. Bertemu kembali dengan cinta pertamanya, sosok
sempurna yang selalu membuatnya patah hati, setiap kali ia menyadari
perasaannya takkan pernah tersampaikan. Hingga kehilangan orang yang begitu
penting dalam hidupnya, yang mengharuskannya berusaha lebih keras di antara
dilema cinta yang datang tak terduga.
* *
*
Hidup
Nuna berubah total semenjak ia dihubungi bahwa naskahnya diterima di sebuah
penerbit. Ia yang hanya karyawan sebuah swalayan pun harus berurusan dengan
editornya di penerbit GlobalBooks, Rengga. Tapi karena Nuna tidak punya ponsel,
Rengga sulit menghubungi Nuna. Selain itu, Rengga juga disulitkan oleh Marsya,
pacarnya, yang sifat konsumtifnya akan aksesoris semakin menguras rekeningnya.
Bahkan
ketika Nuna mempunyai ponsel, kesulitan tetap saja datang. Seperti saat Rengga
menelepon di saat Nuna sedang kerja, tiba-tiba atasan Nuna yang supergalak
datang, otomatis Nuna memutuskan sambungan teleponnya. Membuat Rengga keki
setengah mati. Alhasil, ia dan Radit, teman sesama editor, berniat mengerjai
Nuna; dengan cara membuat Nuna (secara paksa) membayar semua pesanan ketika
mereka (plus Radit) ketemuan di restoran. Alasannya sih, untuk membahas kelanjutan
novel Nuna. Sejak saat itu pula, Nuna jadi membenci Rengga dan Radit.
Kemudian,
di kantor Rengga kedatangan Kepala Redaksi Fiksi (alias atasan Rengga) yang
baru, Arfat. But hey, siapa sangka,
ternyata Arfat adalah saudara jauh Nuna—sekaligus teman kecil Nuna? Kedekatan
mereka yang tercipta setelah 6 tahun tidak bertemu itu tanpa disadari membuat
Rengga gampang menghubungi Nuna sekaligus saling mendekatkan keduanya—dan
menghapus segala imej buruk masing-masing.
Walau
Rengga harus berterimakasih pada Arfat karena itu, tapi mengapa hati Rengga
terasa mengganjal ketika melihat kedekatan Arfat dan Nuna yang memang tidak
biasa? Sementara bagaimana juga Nuna harus menata hatinya ketika Rengga selalu
muncul di saat ia butuh pertolongan tapi di saat yang lain menghancurkan
harapannya karena kata-kata sinisnya? Keadaan semakin diperburuk, ketika Marsya
terus muncul dan Arfat menguak kebenaran tentang dirinya...
“Tapi dengan membiarkan orang yang kita cintai bahagia seharusnya sakit itu bisa kita tolerir.” (hlm.274)
Hm.
Oke, review di atas agak lebay, maaf ya, tapi memang itulah kebenarannya (y).
Ceritanya
umum sih. Agak menjurus ke drama Korea , karena memang si Nuna suka drama Korea
gitu. Dan hey, ternyata yang ada di drama Korea malah menimpa dirinya. Bukannya
berbunga-bunga karena ‘ketimpa bibit-bibit unggul’ (mengutip kata-kata temannya
Nuna), Nuna malah deg-degan, cemas, dan galau setengah mati :D
“Cinta takkan ada artinya kalau untuk mendapatkannya kita menyakiti orang yang kita sayangi.” (hlm.292)
Gaya
bahasanya udah enak, tapi untuk alur ada yang mengganjal di (spoiler!) bagian
kedatangan Marsya ke kantor Rengga. Kemunculannya seperti dipaksakan untuk lebih
membakar suasana antara Rengga dan Nuna. Apalagi tidak dijelaskan gimana bisa
Marsya ‘tobat’ dan juga kelanjutan Marsya dan Rengga setelah bertemu. Juga
adegan di (spoiler!) bandara itu. Jadi bikin makin mirip drama deh.
Mengenai
karakter, saya suka karakter Radit :D. Dia lucu, mood maker, dan obrolannya
dengan Rengga serta celetukan ringannya membuat suasana novel ini tidak melulu
menye-menye dan mellow. Apalagi ketika ia mendengar perkembangan kisah cinta
Rengga. Adaaa saja komentarnya untuk membangun mood Rengga yang pada akhirnya cuma bikin Rengga makin bingung dan
jadi kesal pada Radit. XD
Overall, ceritanya bisa ditebak walaupun tetap bikin ketar-ketir
sampe ke endingnya. Penulis benar-benar jago memainkan emosi pembacanya. Dan
ah, tak lupa untuk amanat yang merujuk pada lika-liku kehidupan Nuna:
“Hidup memang tidak selalu berjalan sesuai rencana atau kehendak manusia. Akan selalu ada kejutan di setiap sesinya, entah kejutan itu akan berakhir menyenangkan atau tidak, tergantung dari mana kita sebagai pelaku hidup ini melihatnya. Maka di sinilah manusia, pelakon hidup yang harus siap menghadapi kehidupan yang penuh misteri, dengan atau tanpa rencana.” (hlm.307)
My Rating:
Judul :
Writer vs Editor
Pengarang
: Ria N. Badaria
Penerbit
: PT Gramedia Pustaka Utama
Tebal :
307 halaman
ISBN : 978-979-22-6586-6
0 comments:
Posting Komentar